Minggu, 09 September 2012

Penilaian Hasil Belajar Metodologi Penelitian

Tulisan ini akan menguraikan konsep - konsep tentang; hasil belajar dalam Metodologi Penelitian yang diawali den

1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran tertentu (Gagne dan Briggs).[1] Belajar itu sendiri merupakan suatu proses usaha seseorang untuk memperoleh suatu bentuk perilaku yang relatif menetap. Setelah melalui proses belajar, peserta didik diharapkan dapat mencapai tujuan belajar yang juga disebut sebagai hasil belajar, yakni kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menjalani proses belajar.[2] Snelbecker mengartikan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang memiliki ciri: 1) tingkah laku baru berupa kemampuan yang aktual, 2) kemampuan baru tersebut berlaku dalam waktu yang lama, dan 3) kemampuan baru tersebut diperoleh melalui peristiwa belajar[3]. Menurut Regeiluth, hasil belajar adalah perilaku yang dapat diamati dari kemampuan yang dimiliki seseorang[4]. Mulyasa menjelaskan, bahwa hasil belajar merupakan tingkat penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh siswa (mahasiswa) dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.[5]

Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, guru atau dosen menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional, yakni sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa peserta didik telah melakukan perbuatan belajar yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baru yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik.[6] Abin Samsudin menegaskan, bahwa perbuatan sebagai hasil belajar itu dapat dimanipestasikan dalam wujud: 1) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta; prinsip, hukum, kaidah, dan sebagainya, 2) penguasaan pola-pola perilaku; kognitif; afektif, psikomotorik, 3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian.[7] Bloom menyampaikan tiga aspek atau domain kemampuan sebagai hasil belajar (taxonomy tujuan hasil belajar), yakni kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.[8]

Merujuk pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian kemampuan (sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembelajaran) oleh siswa (mahasiswa) yang telah mengikuti proses pembelajaran, berupa perubahan tingkah laku yang terhimpun dalam tiga ranah kemampuan, yakni kemampuan kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain), dan psikomotor (psychomotor domain).

Penjelasan tentang ranah kemampuan yang dimaksud di atas diuraikan sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah kemampuan yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak, termasuk kognitif. Ada enam jenjang proses berpikir dalam ranah kognitif, yaitu: (1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6) penilaian (evaluation).[9]

Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide gejala rumus-rumus dan sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.[10] Hasil belajar dari sub ranah yang pertama ini merupakan kemampuan yang paling sederhana, dibandingkan dengan sub ranah berikutnya.

Pemahaman (comprehension), adalah kemampuan untuk menangkap pengertian dari sesuatu hal. Unsur-unsur dari sub ranah ini adalah sebagai berikut: (1) penterjemahan, yakni kemampuan menterjemahkan materi verbal dan memahami pernyataan-pernyataan non-literal. (2) penafsiran, yakni kemampuan untuk menangkap pikiran dari suatu karya dan menafsirkan berbagai data sosial, (3) ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk mengungkapkan pesan atau keterangan tulisan maupun lisan.[11]

Penerapan (application), adalah kemampuan untuk menggunakan bahan-bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata. Bagian dari kemampuan ini adalah menerapkan aturan, metode, konsep, prinsip, dan teori secara tepat dalam suatu bidang.[12]

Penguraian (analysis), adalah kemampuan untuk menguraikan ke dalam unsur-unsur atau bagian-bagian, sehingga jelas hirarkinya. Kemampuan analisis ini terdiri atas kemampuan untuk: (1) analisis mengenai unsur, yakni mengidentifikasi unsur-unsur yang tercantum dalam suatu komunikasi, (2) analisis mengenai hubungan, yakni menghubungkan di antara unsur-unsur suatu komunikasi, (3) analisis mengenai prinsip organisasi, yakni mengorganisasikan suatu prinsip yang mendukung suatu komunikasi.[13]

Penyatuan (synthesis), adalah kemampuan untuk mempersatukan bagian-bagian yang terpisah guna membangun suatu keseluruhan yang utuh, termasuk kemampuan membuat suatu komunikasi yang khas, seperti tema pidato, rencana kerja, atau suatu perangkat hubungan yang abstrak seperti membuat skema untuk menggolong-golongkan informasi. Ada tiga unsur kemampuan sintesis, yakni (1) memproduksi suatu komunikasi, atau menyatukan unsur-unsur ke dalam bentuk menyeluruh, (2) memproduksi suatu rencana, seperangkat operasi pendahuluan, yakni kemampuan untuk mengajukan suatu rencana operasi, (3) pembentukan seperangkat hubungan abstrak, yakni mengembangkan seperangkat hubungan untuk mengklasifikasikan, menjelaskan atau mendedukasikan pernyataan-pernyataan dan hubungan seperangkat pernyataan dasar atau pernyataan simbolis.[14]

Penilaian (evaluation), diartikan sebagai kemampuan untuk mengkaji nilai atau harga dari sesuatu seperti pernyataan, cerita, novel, puisi, dan laporan penelitian untuk suatu tujuan, Kajian tersebut didasarkan pada suatu kriteria tertentu yang mungkin bersifat eksternal seperti kesesuaian sesuatu dengan tujuan atau kriteria yang ditetapkan sendiri oleh siswa (mahasiswa). Kemampuan sub ranah terakhir ini memiliki dua unsur, yakni: (1) pertimbangan dalam suatu kebenaran intern yang dapat diterima, yakni kemampuan untuk menilai tentang ketelitian suatu komunikasi dengan menggunakan standar internal, (2) pertimbangan kriteria dalam rangka kriteria eksternal, yakni untuk menilai materi dengan menggunakan kriteria standar.[15]

2) Ranah Afektif

Ranah afektif (affective domain), meliputi lima subranah yang disusun dari tahap yang paling sederhana sampai tahap yang paling kompleks,[16] yaitu: (a) Penerimaan yaitu kesediaan seseorang untuk menerima terhadap suatu kondisi, gejala, keadaan atau masalah tertentu dalam bentuk; kesadaran, kerelaan untuk menerimanya, dan mengarahkan. (b) Merespon, yakni memberi reaksi terhadap suatu gejala secara terbuka, melakukan sesuatu sebagai respon terhadap gejala itu, dengan cara; merespon dengan diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon. (c) Menghargai, yakni memberi penilaian atau kepercayaan kepada sesuatu gejala yang cukup konsisten, dengan cara; menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai , dan komitmen terhadap suatu nilai. (d) Organisasi yaitu, mengembangkan nilai-nilai sebagai suatu sistem, termasuk hubungan antara nilai-nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu dengan cara menkonseptualisasi nilai, mengorganisasi suatu sistem nilai. (e) Karakterisasi suatu nilai, yaitu mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai-nilai dengan cara yang cukup selaras dan mendalam sehingga individu bertindak konsisten dengan nilai-nilai, keyakinan atau cita-cita yang merupakan inti falsafah dan pandangan hidupnya.

3) Ranah Psikomotor

Ranah psikomotorik (psychomotor domain), mencakup tujuh subranah dari tahap yang paling rendah sampai pada tahap yang paling tinggi, yakni: (a) Persepsi atau “perception”, menunjuk pada pemakaian alat-alat perasa untuk membimbing efektifitas gerak. (b) Kesiapan, menunjukkan pada kesediaan untuk mengambil jenis aksi atau tindakan yang mencakup kesediaan material, kesiapan fisik, dan kemauan memberi reaksi sebagai hasil dari pemecahan makna yang terkandung dalam nada yang ditangkap. (c) Tanggapan membimbing atau “guided respon, tanggapan membimbing atau guided respon merupakan tahap awal dari belajar keterampilan yang lebih kompleks. Tahap ini meliputi proses peniruan gerakan yang dipertunjukan kemudian mencoba-coba dengan mengunakan tanggapan jamak dalam menangkap suatu gerak.

(d) Mekanisme (mechanism), berkenaan dengan gerakan-gerakan penampilan yang melukiskan proses. Gerakan yang telah dipelajari kemudian diterima atau diadopsi menjadi kebiasaan sehingga dapat ditampilkan dengan penuh kepercayaan diri dan dilakukan secara mahir. (e) Respon nyata yang kompleks (complex over respon) menunjukkan pada penampilan gerakan-gerakan yang rumit. Unsur kecepatan, kecermatan, dan penggunaan energi secara minimum merupakan ciri utama dari subranah ini. Hasil belajar dari subranah ini mencakup aktivitas motorik yang berkadar tinggi. (f) Penyesuaian (adaptation), berkenaan dengan keterampilan yang telah dikembangkan secara baik sehingga seseorang tampak sudah dapat mengolah gerakan dan menyesuaikan dengan tuntunan dan kondisi yang khusus dan dalam suasana yang lebih problematik. (g) Penciptaan (origination), berkenaan dengan penciptaan pola gerakan baru sesuai dengan situasi dan masalah tertentu[17]. Seperti telah diutarakan di muka, ketiga ranah itu (kognitif, afektif, psikomotorik) merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dan bersifat komprehensif.

Orin W. Anderson, dkk. merivisi Taxonomi Bloom dengan menguraikan sub ranah pada dimensi pengetahuan sebagai berikut: (1) mengingat (remember), mengingat kembali pengetahuan dari long term memory. (2) memahami (understand), mengkonstruksikan makna dari pesan instruksional baik lisan, tulisan dan grafis, dalam hal; (a) menginterpretasi, (b) mencontohkan/ ilustrasi, (c) pengklasifikasi (mengkategorikan), (d) meringkas (menggeneralisir), (e) berpendapat. (f) membandingkan/memeta, dan (g) menjelaskan. (3) Menerapkan (apply), melakukan atau menggunakan prosedur pada suatu situasi yang terbaru dalam hal; (a) melaksanakan dan (b) menggunakan. (4) Menganalisis (analyze), menguraikan materi menjadi bagian/unsur dengan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan satu sama lain dan dengan struktur atau maksud secara keseluruhan, dalam hal; (a) membedakan (mendiskriminasikan, memilih), (b) mengorganisasikan (mengintegrasikan, menemukan koherensi), (c) mengatribusikan (mengenakan sifat/dekonstruksi). (5) Evaluasi (evaluate), membuat keputusan (judgment) yang mengacu kepada kriteria dan standard, dalam hal; (a) memeriksa/memantau, (b) mengkritisi/menilai. (6) Mencipta (create), meletakkan/menggabungkan elemen-elemen menjadi kesatuan bentuk atau fungsi; menyusun kembali elemen-elemen ke dalam pola atau struktur yang baru, dalam hal; (a) menghasilkan, (b) merencanakan, (c) menghasilkan/ konstruksi.[18]

Perbedaan antara taxonomy versi lama dan versi revisi tersebut dapat dilihat dari beberapa hal, yakni perubahan dalam penekanan, perubahan dalam istilah, perubahan dalam struktur. Secara garis besar perbedaan antara versi lama dan versi revisi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 : Perbedaan Taxonomy Bloom Versi Lama dan Baru (revisi) Pada Dimensi Proses Kognitif[19]

Ranah Versi Lama

Ranah Versi Revisi

1. Pengetahuan (knowledge)

2. Pemahaman (comprehension)

3. Penerapan (application )

4. Penguraian (analisis)

5. Penyatuan (synthesis)

6. Penilaian (evaluation)

1. Mengingat (remember)

2. Memahami (understand)

3. Menerapkan (apply)

4. Menganalisis (analyze)

5. Evaluasi (evaluate)

6. Mencipta (create)

Pada fakultas Psikologi UPI Y.A.I, penyusunan tujuan pembelajaran dalam silabus dan satuan acara perkuliahan, masih menggunakan taxonomi Bloom versi lama dan khusus untuk matakuliah Metodologi Penelitian lebih menekankan pada aspek kognitif. Oleh karena itu, secara spesifik, yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah pencapaian kemampuan aspek kognitif dalam mata kuliah Metodologi Penelitian oleh mahasiswa yang telah mengikuti proses pembelajaran selama satu semester (seperti telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran).

b. Hasil Belajar dalam Metodologi Penelitian

Merujuk pada pandangan para pengarang buku Metodologi Penelitian dan Silabus Mata Kuliah Metodologi Penelitian, ada dua aspek yang harus dimiliki mahasiswa sebagai hasil belajar Metodologi Penelitian, yaitu 1) pemahaman akan konsep penelitian dan 2) kemampuan mengaplikasikan konsep-konsep tersebut pada kegiatan karya ilmiah.

Pada kurikulum perguruan tinggi dijelaskan bahwa dalam program sarjana (S1) matakuliah Metodologi Penelitian dikelompokkan dalam Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK), yakni kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan keterampilan tertentu. Sebagai MKK, Metodologi Penelitian dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa akan konsep-konsep penelitian dan mengaplikasikannya dalam kegiatan karya tulis ilmiah[20].

Para pengarang buku Metodologi Penelitian seperti Sumadi Suryabrata menegaskan, bahwa Metodologi Penelitian merupakan hal yang esensial dan memadai untuk pengalaman belajar yang akan dapat menumbuhkan sikap, kemampuan dan keterampilan meneliti pada mahasiswa[21]. Karlinger menjelaskan tujuan menulis buku tentang penelitian adalah membantu mahasiswa memahami sifat fundamental pendekatan ilmiah dalam memecahkan masalah, ”… to help students understand the fundamental nature of the scientific approach to problem solution”[22] Dia juga menegaskan bahwa tanpa kemampuan teknis dan metodologis, seseorang tidak akan mampu memahami setiap kegiatan manusia yang kompleks, khususnya dalam penelitian ilmiah. Namun demikian kemampuan teknis tidak akan berarti apa-apa tanpa pemahaman mengenai itikad dan sifat dasar penelitian ilmiah sebagai kajian yang terkendali dan objektif mengenai hubungan antara fenomena satu dengan fenomena yang lainnya, “technical and methodological problems have been considered at length one cannot understand any complex human activity, without some technological and methodological competence”[23]

Senada dengan pendapat di atas, Nasution menegaskan, bahwa menyusun karya ilmiah bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena apa saja yang dikemukakan di dalamnya harus dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan teori atau data empiris. Namun demikian keharusan inilah yang sangat berharga bagi seorang mahasiswa, artinya sebagai mahasiswa atau calon sarjana harus mempunyai sikap ilmiah. Ia harus mampu bahkan harus membiasakan dirinya untuk berpikir secara ilmiah. Membuat karya ilmiah (skripsi, tesis, atau disertasi) memaksa mahasiswa untuk melakukan penelitian ilmiah. Hal ini merupakan latihan yang bermanfaat bagi persiapannya sebagai ilmuwan. Mempelajari Metode Penelitian adalah salah satu upaya membantu mahasiswa untuk mencapai hal yang demikian[24].

Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada dua komponen utama yang harus dikuasai mahasiswa setelah belajar Metodologi Penelitian, yaitu: pemahaman akan konsep-konsep penelitian dan menerapkannya dalam kegiatan karya tulis ilmiah (penelitian). Untuk itu akan dijelaskan tentang konsep penelitian yang minimal harus dipahami mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan Metodologi Penelitian seperti diuraikan berikut :

1) Konsep Penelitian

Pemahaman tentang konsep penelitian mencakup dua hal pokok, yaitu: 1) pengertian penelitian, 2) langkah- langkah penelitian.

a). Pengertian Penelitian

Penelitian pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang dianggap benar melalui proses bertanya dan menjawab[25]. Penelitian bertolak dari pertanyaan yang muncul karena adanya keraguan, dan keraguan itu yang menjadi dasar permulaan ilmu.[26] Karena ada pertanyaan, maka muncul suatu proses untuk memperoleh jawaban. Dalam proses mencari jawaban (penelitian) terhadap permasalahan yang diajukan telah dilakukan manusia sejak jaman nenek moyang,

Manusia memulai proses menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di sekelilingnya dengan cara mengaitkan dengan sesuatu yang bersifat gaib, maka muncul apa yang disebut dengan mitos. Selanjutnya manusia mencoba menafsirkan dunia dengan melepaskan diri dari mitos, dan melakukannya dengan cara coba-coba. Pada masa itu muncul berbagai pengetahuan yang disebut “seni terapan” (applied art), selanjutnya muncul metode rasional, lalu metode eksperimen.

Rummel menjelaskan tentang perkembangan manusia dalam menjawab persoalan-persoalan, dan hal itu disebutnya sebagai perkembangan metodologi penelitian; Manusia dalam menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya bermula dari coba-coba (trial and error), berkembang pada periode authority, kemudian periode speculation and argumentation, sampai pada periode hypothesis and experiment[27]. Menurut Loraine Blakter, Christina Hughes, dan Malcolm Thight, penelitian merujuk pada sebuah kegiatan mencari fakta-fakta dalam rangka menemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan.[28]

Penelitian dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti, melalui penerapan prosedur ilmiah.[29] Hal ini yang sering disebut dengan istilah penelitian ilmiah.

b). Penelitian Ilmiah

Penelitian ilmiah adalah prosedur atau cara dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu. Tidak semua pengetahuan dapat di sebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan menggunakan syarat-syarat yang terdapat dalam penelitian ilmiah. Syarat utama yang harus dipenuhi agar suatu penelitian yang dimaksud dapat digolongkan pada penelitian ilmiah, adalah bahwa penelitian itu menggabungkan dua cara berpikir, yaitu berpikir deduktif dan berpikir induktif.[30]

Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada ilmu dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah ada. Secara sistematis dan kumulatif ilmu disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi tentang sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian, secara konsisten dan koheren ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada obyek yang berada dalam fokus penelaahannya.

Penjelasan yang bersifat rasional, tidak memberikan kesimpulan yang final, sebab meskipun argumentasi secara rasional didasarkan pada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang dipergunakan dalam menyusun argumentasi itu. Oleh karena itu maka diperlukan cara berpikir induktif yang berdasarkan kriteria korespondensi. Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuaian (berkorespondensi) dengan objek faktual yang dituju oleh pernyataan tersebut. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan itu.

Penggunaan sekaligus penggabungan proses berpikir deduktif dan induktif dalam penelitian ilmiah dapat dipahami dari langkah-langkah atau prosedur penelitian yang digunakan, sebagaimana penjelasan berikut:

c) Langkah-langkah Penelitian Ilmiah

Penelitian ilmiah merupakan ekpresi mengenai cara kerja pikiran, oleh karena itu prosedur yang digunakan dalam penelitian ilmiah bertolak pada prosedur berpikir ilmiah. John Dewey, tokoh yang disebut sebut sebagai pencetus pertama dan utama proses berpikir ilmiah mengemukakan garis-garis besar dari apa yang disebut berpikir ilmiah, yaitu: (1) The felt need, (2) the problem, (3) the hypothesis, (4) collection of data as evidence, (5) concluding belief, (6) general value of the conclusion[31]. Jujun S. Suriasumantri mengemukakan alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah sebagai berikut: (1) perumusan masalah, (2) menyusun kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, (3) perumusan hipotesis, (4) pengujian hipotesis, (5) penarikan kesimpulan[32].

Langkah-langkah berpikir ilmiah tersebut dijadikan landasan berpijak para pakar dalam menyusun buku Metodologi Penelitian, demikian juga para dosen dalam mengembangkan silabus mata kuliah Metodologi Penelitian. Dalam buku-buku Metodologi Penelitian diuraikan langkah-langkah penelitian dengan berbagai variasi penjelasan, seperti diuraikan berikut ini;

Gullo, secara eksplisit menjelaskan langkah-langkah penelitian sebagai berikut: (1) konseptualisasi masalah, (2) menyusun kerangka teori, (3) mengajukan hipotesis dan menentukan tujuan, (4) konstruksi instrument, (5) pengumpulan data, (6) pengolahan data, (7) analisis data, 8) penarikan kesimpulan.[33]

Nasution, menguraikan garis-garis besar penelitian yang dapat dijadikan dasar oleh para peneliti, sebagai berikut: 1) menentukan masalah, 2) menyusun kerangka teori, 3) merumuskan hipotesis, 4) menentukan desain penelitian, 5) menentukan sampling, 6) mengumpulkan data, (7) analisis data, (8) menarik kesimpulan[34]

Langkah-langkah esensial dalam penelitian, Sutrisno Hadi, menguraikan; (1) menetapkan objek atau pokok masalah, (2) membatasi objek atau pokok persoalan, (3) mengumpulkan data atau informasi, (4) mengolah data dan menarik kesimpulan, (5) merumuskan dan melaporkan hasilnya, (6) mengemukakan implikasi-implikasi penyelidikan[35]

Sumadi Suryabrata, menjelaskan langkah-langkah penelitian ber-dasarkan jenis penelitian. Setiap jenis penelitian memiliki variasi langkah yang berbeda, namun tetap merujuk pada langkah-langkah pokok penelitian, yaitu; (1) merumuskan masalah, (2) menyusun kerangka teori, (3) merumuskan hipotesis, (4) menguji hipotesis, (5) menarik kesimpulan

Tabel 2.2: Langkah-langkah penelitian dalam setiap jenis penelitian[36]

No

Jenis Penelitian

Langkah-langkah Penelitian

1.

Historis

a. Merumuskan Masalah,

b. Merumuskan Tujuan Penelitian,

c. Mengumpulkan Data,

d. Evaluasi data dengan kritik eksternal dan internal,

e. Menyusun laporan

2.

Deskriptif

a. Mendefinisikan dengan jelas tujuan yang akan dicapai,

b. Merencanakan cara pendekatan,

c. Mengumpulkan data,

d. Menyusun laporan

3.

Kasus

a. Merumuskan tujuan,

b. Merancang cara pendekatan,

c. Mengumpulkan data,

d. Mengorganisasikan data-data yang dikumpul-kan,

e. Menyusun laporan,

4.

Korelasional

a. Merumuskan masalah,

b. Penelaahan kepustakaan,

c. Merancang cara pendekatannya,

d. Mengumpulkan data,

e. Analisis data, menulis laporan

5.

Perkembangan

a. Merumuskan masalah,

b. Merumuskan tujuan,

c. Penelaahan kepustakaan,

d. Merancang cara pendekatan,

e. Kumpulkan data,

f. Evaluasi data,

g. Menyusun laporan

6.

Komparatif

a. Merumuskan masalah,

b. Penelaahan kepustakaan,

c. Merumuskan hipotesis,

d. Merumuskan asumsi,

e. Merancang cara pendekatan,

f. Mengumpulkan data

g. Interprestasikan hasilnya.

7.

Eksperimental

a. Survei kepustakaan,

b. Identifikasi dan merumuskan masalah,

c. Rumusan hipotesis,

d. Mendefinisikan pengertian-pengertian dasar dan variabel-variabel utama,

e. Menyusun rencana eksperimen,

f. Melaksanakan eksperimen,

g. Membuat interprestasi

Dalam penelitian survey, penelitian dimulai dengan munculnya minat peneliti terhadap suatu fenomena sosial tertentu, kemudian menyusun masalah penelitian yang lebih jelas dengan menggunakan informasi ilmiah. Langkah selanjutnya merumuskan hipotesis yang dapat memberikan informasi tentang variable-variabel penelitian serta hubungannya. Untuk mengumpulkan informasi yang cocok dengan variable-variabel yang dimaksud, peneliti harus melakukan interpretasi konsep yang dipakai dalam penelitian. Setelah instrument disusun, penelitian menentukan sample, kemudian mengumpulkan data untuk dianalisis, dan terakhir melakukan generalisasi[37].

Tahap-tahap penelitian menurut Donal Ary dkk, adalah: (1) me-milih masalah, (2) analisis terhadap penelitian sebelumnya, (3) memilih strategi penelitian dan pengembangan instrument, (4) mengumpulkan dan menafsirkan data, (5) melaporkan hasil penelitian.[38]

William J. Lammers dan Pietro Badia, mengemukakan tahapan dalam proses penelitian, yaitu: (1) mempertimbangkan bidang ilmu yang akan ditelaah, (2) membaca berbagai literatur yang terkait, (3) mengembangkan masalah (pertanyaan) yang spesifik, (4) menentu-kan metode yang tepat untuk menjawab permasalahan, (5) mengumpul-kan data, (6) menggunakan statistik deskriptif untuk menggambarkan data, (7) menggunakan statistik inferensial untuk mengambil kesimpulan, 8) mempertimbangkan implikasi dari hasil temuan, (9) mempresentasikan

hasil temuan pada masyarakat ilmiah[39] Loraine Blaxter dkk menjelaskan tahapan-tahapan penelitian seperti digambarkan pada halaman berikut[40]

Berbagai buku Metodologi Penelitian tidak dituliskan secara spesifik tentang langkah-langkah atau tahapan penelitian, tetapi secara keseluruhan isinya menguraikan mengenai tahapan-tahapan penelitian yang dimulai dari memilih masalah, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis dan terakhir menarik kesimpulan.

Penelitian ilmiah sebagai suatu proses deduksi dan induksi dilakukan secara sistematis, ketat, analisis dan terkendali. Sifat sistematis

DISAIN RISET

Dalam Gambar 2.1 : Langkah-langkah penelitian menurut Loraine Blaxter dkk

proses penelitian itu tampak dalam tahapan-tahapannya. Misalnya, tidak dibenarkan untuk melakukan tahap tertentu sebelum melewati tahap sebelumnya sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi tahap tersebut. Proses mengoperasionalkan konsep-konsep sebagai sasaran penelitian ke dalam indikator-indikator yang empiris adalah salah satu contoh lain dari empirisnya suatu penelitian

Gagasan besar dari John Dewey tentang proses berpikir ilmiah merupakan landasan berpijak para pakar metodologi penelitian dalam mengembangkan langkah-langkah penelitian. Bagaimanapun variasinya langkah-langkah penelitian dikembangkan para pengarang buku Metodologi Penelitian, tetapi tidak bertentangan dengan prosedur awal dari berpikir ilmiah. Dalam hal ini Jujun mengemukakan: “Sebenarnya banyak sekali bentuk dan cara penulisan keilmuan yang dapat ditemui dalam berbagai pedoman penulisan. Bentuk luarnya dapat berbeda namun jiwa dan nalarnya adalah sama. Dengan demikian maka yang lebih penting adalah bukan saja mengetahui teknik-teknik pelaksanaannya melainkan memahami dasar pikiran yang melandasinya. Pemilihan bentuk dan cara penulisan dari khasanah yang tersedia merupakan masalah selera dan preferensi perorangan dengan memperhatikan berbagai faktor lainnya seperti masalah apa yang sedang dikaji, siapa pembaca tulisan, dan dalam rangka kegiatan yang bagaimana karya Ilmiah itu disampaikan”[41]

2) Desain Penelitian

Kegiatan meneliti merupakan aplikasi dari pemahaman akan konsep-konsep penelitian. Dalam berbagai literatur dan kita pun sepakat bahwa garis besar kegiatan penelitian meliputi : a) menyusun rancangan atau desain penelitian, b) menyusun instrument, c) uji coba, d) pe-ngumpulan data, e) pengolahan data, f) analisis data, g) pembahasan hasil analisis, dan h) penulisan laporan. Dengan demikian untuk dapat melakukan kegiatan meneliti harus diawali dengan pemahaman akan ke 8 unsur dalam penelitian tersebut yang secara singkat digambarkan dalam desain penelitian.

Desain penelitian merupakan cetak biru yang menentukan pelaksanaan penelitian selanjutnya. Desain penelitian menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana penelitian itu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip metodologis yang benar. Penelitian pada umumnya mengandung dua aspek yang saling berhubungan, dan merupakan persyaratan untuk suatu penelitian, yaitu: a) subtansi penelitian, dan b) metodologi penelitian.

Berkaitan dengan kedua syarat tersebut, maka desain penelitian pada umumnya dapat dibagi dalam dua pokok, yaitu konseptualisasi masalah dan operasionalisasi atau aspek metodologis. Kedua pokok tersebut dapat disusun seperti digambarkan pada halaman berikut:

Nasution menjelaskan bentuk dan luas desain penelitian tergantung pada peraturan-peraturan yang berlaku pada universitas yang bersangkutan, bahkan tergantung pada pembimbing, namun unsur-unsur yang harus ada dalam desain penelitian antara lain: (1) masalah, (2) kerangka teori (3) hipotesis, (4) sampling, (5) metode pengumpulan data, dan (6) teknik analisis data[42]

LATAR BELAKANG PENELITIAN

Latar belakang masalah

Perumusan masalah

Signifikansi masalah









Gambar 2.2: Unsur-unsur Pokok Desain Penelitian[43]

Menurut Suharsimi Arikunto, meskipun rancangan (usulan) penelitian sifatnya masih tentatif, namun harus sudah mencakup gambaran mengenai kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian. Secara garis besar proposal penelitian berisi hal-hal sebagai berikut: (1) latar belakang penelitian, (2) Rumusan Masalah penelitian, (3) rumusan tujuan dan hipotesis penelitian, (4) metodologi penelitian, (5) menentukan langkah-langkah penelitian, [44]

Pada Fakultas Psikologi UPI Y.A.I, perkuliahan Metodologi Penelitian diberi bobot 5 sks, yang ditawarkan dalam 2 semester dengan pembagian masing-masing 2 sks. untuk Metodologi Penelitian I ditawarkan pada semester ganjil dan 3 sks untuk Metodologi Penelitian II. ditawarkan pada semester genap. Berdasarkan pembagian itu, maka keseluruhan materi perkuliahan Metodologi Penelitian yang harus dikuasai mahasiswa seperti di jelaskan di muka, dikelompokkan seperti tampak pada tabel sebagaimana terlampir.

Pemberian bobot sks yang cukup besar untuk matakuliah Metodologi Penelitian dimaksudkan agar mahasiswa paham betul akan konsep-konsep ilmiah konsep-konsep penelitian sebagai suatu karya ilmiah, dan unsur-unsur yang harus ada dalam suatu karya ilmiah. Hal ini bagian dari tujuan Metodologi Penelitian I. Pada Metodologi Penelitian II mahasiswa diharapkan memahami langkah-langkah penelitian ilmiah, memahami setiap langkah (unsur-unsur ilmiah) dan dapat merumuskannya, serta mengaplikasikannya dalam menyusun desain penelitian.

Eksperimen sebagai model penelitian untuk menyusun disertasi ini dilaksanakan pada semester genap. Oleh karena itu hasil belajar Metodologi Penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman mahasiswa terhadap langkah-langkah penelitian untuk dapat merumuskan unsur-unsur yang terdapat dalam desain penelitian, seperti: 1) merumuskan judul penelitian, 2) merumuskan masalah dan latar belakangnya, 3) merumuskan tujuan penelitian, 4) menentukan populasi dan sampling yang tepat sesuai dengan sasaran penelitian yang tercantum dalam judul penelitian, 5) menentukan teknik pengumpulan data dan analisis data sesuai dengan variabel yang hendak diukur.

2. Penilaian

a. Pengertian Penilaian

Penilaian adalah proses pengumpulan data (gathering evidence) dan pencatatan dokumen penting (data recording) dari perkembangan belajar anak melalui penilaian otentik (authentic assessment) dengan berbagai pengukuran (multiple measures) dalam konteks yang bervariasi[45]. Penilaian juga dapat dipandang sebagai proses pencatatan data (data recording), pengamatan secara mendalam yang dilakukan secara continue (bukan potret sesaat) terhadap individu maupun kelompok, sehingga dapat diketahui gambaran yang jelas tentang kemajuan belajar siswa dalam proses pembelajaran melalui pertunjukan kemampuan, quiz (oral assessment), performance test, observation dan portfolio[46]. Robert L. Linn and Norman E. Grounlund, menegaskan bahwa penilaian adalah serangkaian prosedur untuk mendapatkan informasi tentang kemajuan siswa melalui observasi, penilaian kinerja belajar, dan perangkat tes pensil-kertas[47]

Nitko (1996) lebih luas mengungkapkan bahwa penilaian bukan saja proses mendapatkan informasi tentang kemajuan belajar siswa, namun yang terpenting pengambilan keputusan yang bermakna bagi siswa, pencapaian program kurikulum, dan pengambilan kebijakan pendidikan. Keputusan yang bermakna bagi siswa termasuk di dalamnya pengelolaan kelas, penempatan siswa dalam spesifikasi program tertentu, bimbingan, penyeleksian untuk melanjutkan belajar, dan meningkatkan kemampuan belajar siswa. Penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Instrumen penilaian dapat berupa metode atau prosedur formal atau informal, untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik; yaitu tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan lain-lain[48].

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, bahwa penilaian dalam konteks pembelajaran atau penilaian berbasis kelas dapat di lihat dari tiga perspektif. Pertama, dilihat dari perspektif proses, penilaian merupakan proses pengamatan (observation) yang mendalam dan utuh (comprehensiveness) bersifat multiple dimension tentang proses pembelajaran di kelas baik melalui pengukuran (measurement) maupun non measurement[49] untuk menilai kemajuan belajar siswa (learning progress), seperti tampak dalam bagan berikut:


Measurement

(e.g. testing)

Gambar 2.3: Proses justifikasi dalam penilaian pembelajaran[50]

Kedua, dilihat dari perspektif hasil, penilaian adalah keputusan yang diambil dari proses pembelajaran yang memberikan makna bagi peningkatan kemampuan belajar siswa dan kemampuan mengajar guru. Ketiga, penilaian dapat dilihat dari perspektif konteks. Penilaian dalam tinjauan konteks dapat berfungsi sebagai alat untuk menjustifikasi keberhasilan suatu program pembelajaran atau program kurikulum dan dapat memberi masukan (consideration) untuk keperluan meneruskan pendidikan atau dalam pengambilan kebijakan pendidikan.

Rodney L Doran, Frances Lawrenz dan Stanley Helgeson membuat klasifikasi penilaian, sebagai berikut:

1) Test (true-false item, multiple-choice item, completion item, short answer item, essay item and practical examination)

2) Measurement (test, papers, project, questionnaires inventories, and checklist)

3) Production (completion item, short answer item, essay item, practical examination paper, project, questionnaires, inventories, checklist, peer rating, self rating, and Portfolios);

4) Alternative (essay item, practical examination paper, project, questionnaires, inventories, peer rating self rating, portfolios, observation discussion and interview);

5) Traditional (true-false item, multiple-choice item, completion item, and short answer item);

6) Recognition (true-false item, and multiple-choice item).[51]

Klasifikasi tersebut tidak bersifat mutually exclusive, namun lebih bersifat inter-subset, bagian yang satu merupakan bagian yang lainnya. Lebih jelas klasifikasinya adalah seperti digambarkan di halaman beriku:

Berdasarkan pengertian penilaian tersebut di atas dan memahami perspektif penilaian, maka klasifikasi penilaian yang tepat untuk pembelajaran Metodologi Penelitian adalah penilaian alternatif karena penilaian ini lebih bersifat multidimensional, variatif dan accessible terhadap domain yang hendak dinilai pada pembelajaran Metodologi Penelitian.




Gambar 2.4 : Bagan Klasifikasi Tipe-tipe Penilaian[52]

b. Fungsi Penilaian

Fungsi penilaian dapat ditinjau dari empat perspektif, yakni 1) Nature of Assessment, 2) Form of Assessment, 3) Use in Classroom Instruction; dan 4) Method of Interpreting Results.[53]

Pada perspektif nature of assessment, fungsi penilaian dapat dilihat dari bentuk maximum performance dan typical performance. Fungsi penilaian pada bentuk maximum performance adalah untuk menentukan apakah mahasiswa dapat mengerjakan apa yang harus dikuasainya dalam program pembelajaran? dengan menggunakan instrumen achievement test. Sedangkan fungsi penilaian pada bentuk typical performance, untuk menentukan apakah seseorang dapat bekerja di bawah kondisi yang alami? dengan menggunakan instrumen skala sikap, minat, inventori, kepribadian, teknik observasi dan pengamatan rekan kerja sejawat.

Sejalan dengan itu, Saifudin Azwar menjelaskan tentang fungsi tes bahwa tes sebagai dasar untuk menilai, memiliki fungsi untuk menentukan kecenderungan seseorang (tes typical) dan berfungsi untuk menentukan tingkat penguasaan seseorang akan suatu tujuan (tes prestasi).[54] Djaali dkk, menjelaskan beberapa fungsi tes. Selain berfungsi sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar, tes juga berfungsi sebagai motivator dalam pempelajaran, sebagai perbaikan kualitas pembelajaran, sebagai ukuran untuk menentukan keberhasilan seseorang dari suatu jenjang pendidikan.[55]

Pada perspektif form of assessment, fungsi penilaian dapat dilihat dari bentuk tes pilihan terbatas (fixed choice test) dan penilaian kinerja yang kompleks (complex performance assessment)[56]. Fungsi penilaian pada bentuk tes pilihan terbatas dapat mengukur pengetahuan, keterampilan siswa secara langsung, efisien (indikatornya jelas), dengan instrumen tes pilihan ganda terstandar. Sedangkan pada bentuk kedua, berfungsi untuk mengukur kinerja siswa pada konteks dan pemecahan masalah tertentu, dengan instrumen hands-out laboratory experiment, proyek, essay dan prestasi lisan. Pada perspektif use in classroom instruction, dapat ditinjau dari bentuk placement, formative, diagnostic dan summative. Pada bentuk placement, penilaian berfungsi untuk menentukan pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai pada program atau tujuan tertentu, dengan instrumen tes kesiapan, tes kecakapan, pretest, self-report, inventories dan teknik observasi.

Pada perspektif method of interpreting results, dapat dilihat dari bentuk criterion referenced dan norm-referenced. Pada bentuk criterion referenced, penilaian berfungsi untuk menggambarkan kemampuan (tingkat penguasaan) seseorang pada pencapaian suatu tugas/program pembelajaran. Sedangkan pada norm-referenced, untuk menggambarkan posisi individu pada kelompok (ranking).

Penilaian sangat diperlukan dalam seluruh jenjang pendidikan, penilaian dapat membantu pendidik dalam menentukan acuan pembelajar, menciptakan cara yang tepat dalam memotivasi perbuatan siswa, mendiagnostik kesulitan belajar siswa, menilai kemajuan belajar siswa, dan mengkomunikasikan kemajuan siswa kepada pihak lain yang berkepentingan (stakeholders), baik orang tua, sekolah, supervisor, pemerintah maupun masyarakat luas.

Pada bentuk formatif, penilaian berfungsi untuk menentukan kemajuan belajar siswa (learning progress). fungsi feedback dan reinforcement serta perbaikan kesalahan pembelajaran. Instrumen yang digunakan adalah tes buatan guru, tes yang telah dipublikasikan, dan teknik observasi. Pada bentuk diagnostik, penilaian berfungsi untuk mendiagnosis kasus-kasus tertentu (intelektual, fisik, emosi, lingkungan) yang berdampak pada kesulitan belajar siswa, sedangkan pada bentuk summative, penilaian berfungsi untuk menentukan pencapaian hasil (prestasi) dari tujuan akhir paket program pembelajaran. Instrumen yang digunakan bisa dengan tes buatan guru yang diujicobakan atau skala tingkah laku dan skala produk.[57]

Penilaian hasil belajar di Fakultas Psikologi UPI Y.A.I, didasarkan pada beberapa komponen yang diukur; tugas, ujian tengah semester (penilaian formatif) dan ujian akhir semester (penilaian sumatif). Alat ukur untuk ujian tengah dan akhir semester bersifat sentralistis dibuat oleh dosen koordinator, dengan bentuk tes telah ditentukan fakultas, yaitu harus bersifat objektif dengan tipe pilihan ganda. Dalam hal ini dosen matakuliah tidak punya hak untuk memilih dan menentukan bentuk dan jenis serta materi yang diujikan dari setiap mata kuliah yang diasuhnya. Adapun komponen tugas, sebagai salah satu unsur yang dinilai, lebih bersifat administratif, utuk mengisi format penilaian untuk komponen nilai tugas yang telah ditentukan bagian administrasi. Ada tidaknya tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa, itu bukan tugas utama dosen, yang penting secara administrasi dosen telah mengisi komponen nilai tugas. Dengan demikian penilaian yang berlaku pada Fakultas Psikologi UPI Y.A.I selama ini lebih bersifat parsial, tidak berkesenambungan, hanya mengukur salah satu domain (ingatan) dari sekian banyak domain yang harus diukur.

Dibandingkan dengan makna dan fungsi penilaian seperti yang di kemukakan para ahli tersebut di atas, penilaian yang berlaku pada Fakultas Psikologi UPI YAI lebih bersifat konvensional (berdasarkan kesepakatan di antara penguasa fakultas dan atau universitas). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa keterbatasan model penilaian yang digunakan dalam pembelajaran, turut menentukan keterbatasan mahasiswa fakultas Psikologi UPI Y.A.I akan penguasaan ilmu dari setiap mata kuliah yang ditempuhnya (seperti banyak dikeluhkan oleh para dosen pengasuh mata kuliah).

Soedijarto dalam analisisnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas belajar dan mutu hasil belajar anak-anak SD menegaskan bahwa sistem evaluasi merupakan faktor yang menentukan mutu hasil belajar. Selanjutnya beliau menjelaskan, bahwa penggunaan bentuk tes objektif pada setiap saat dapat mempengaruhi cara belajar. Cara belajar mempengaruhi proses pembentukan sikap dan cara berpikir selanjutnya. Siswa/mahasiswa mengetahui, bahwa tanpa dapat menulis dengan benar apa yang diketahuinya, tanpa dapat melakukan eksperimen dan tanpa mengetahui bagaimana suatu kesimpulan ditarik, dia akan dapat lulus dari suatu program penilaian jika ia dapat memahami secara verbal konsep atau suatu pengertian, bahkan kadang-kadang hanya dengan menghapal fakta. Dalam sistem penilaian semacam ini sukar diharapkan minat belajar untuk melakukan proses belajar yang menuntut berbagai kegiatan, seperti menyusun laporan hasil bacaan, membuat pekerjaan rumah dengan tertib dan benar, dan berbagai kegiatan belajar yang dapat menumbuhkan berbagai karakteristik manusia yang cerdas, mandiri kreatif dan inovatif.[58]

Harris,Gurthire, Hobart dan Lundber (1995) dikutip langsung oleh Tim Pengembang Pedoman Umum Pengembangan Penilaian, menegaskan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan model penilain, yaitu: 1) definisi tentang apa yang dinilai, 2) spesifikasi peringkat unjuk kerja atau standar, 3) menekankan pada kompetensi atau unjuk kerja peserta didik dengan standar atau kinerja.[59] Berlandasakan pada tiga hal tersebut maka, model penilaian yang dirancang adalah model penilaian yang berkelanjutan. Artinya semua indikator ditagih, untuk kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dan belum dimiliki, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.

Kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran Metodologi Penelitian, adalah kemampuan yang cukup menentukan keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan studinya di perguruan tinggi, yakni memahami konsep penelitian dan dapat melaksanakan penelitian, oleh karena itu penelaian terhadap kemampuan yang dimaksud tidak dapat dilakukan sesaat, tetapi harus berkelanjutan, penilaian yang bersifat open ended yang dapat menggambarkan kinerja dan prestasi mahasiswa, disusun secara sistematis, menjadi sarana penilaian yang dilakukan oleh mahasiswa yang dibarengi dengan ikatan diri yang jelas dari pihak siswa dalam menilai kemajuan belajarnya. Salah satu model penilaian yang demikian adalah model penilaian berbasis portofolio sebagai model alternatif.

c. Penilaian Portofolio

Portofolio sebagai model penilaian, belum begitu “familiar” dikalangan guru-guru, juga dosen-dosen, khususnya dosen berlatar-belakang non kependidikan, karena selain istilah itu relatif baru, (muncul tahun 1990-an dalam perkembangan teknik-teknik penilaian pembelajaran di negara-negara maju), juga karena sikap apriori dosen-dosen dalam menerima inovasi-inovasi pendidikan. Pada awal munculnya, portofolio merupakan bagian dari model penilaian yang banyak digunakan dalam pembelajaran bahasa, namun selanjutnya dikembangkan pada pembelajaran yang lainnya.

Ada beberapa alasan, mengapa portofolio digunakan dan dikembangkan dalam pembelajaran. Dijelaskan oleh Judy Kemp dan Debby Toperoff, paling tidak ada sebelas alasan kunci yang patut dipertimbangkan sebagai alasan digunakannya portofolio di dalam pembelajaran, yaitu: ketersambungan penilaian dengan pengajaran, lebih menjernihkan tujuan, menemukan profil kecakapan pelajar, merupakan alat untuk menilai yang bervariasi, menumbuhkan kesadaran belajar siswa, mengembangkan keterampilan sosial, mengembangkan kemandirian dan sikap proaktif, meningkatkan motivasi, alat yang paling efisien untuk menilai demonstrasi siswa, membuka peluang hubungan dialogis antara guru dan siswa.[60]

1) Pengertian Portofolio

Untuk memahami apa sesungguhnya portofolio, berikut ini disampaikan beberapa batasan yang dikemukakan para ahli pendidik atau peneliti. Jackie Harding memberikan batasan portofolio sebagai koleksi data yang menggambarkan kinerja prestasi siswa.[61] Sementara itu, Robert J. Tiemey memberikan batasan yang lebih lengkap bahwa portofolio merupakan koleksi sistematis yang dibuat oleh siswa dan guru, digunakan untuk menilai suatu kegiatan, kemajuan, proses, prestasi yang dapat dipertanggungjawabkan menurut prosedur tes yang lebih formal.[62] W. James Popham merumuskan portofolio secara singkat: “…a portfolio is a systematic collection of one’s work”.[63]

Dengan demikian, portofolio bukanlah suatu objek atau tujuan, melainkan sarana untuk melaksanakan penilaian oleh siswa sendiri melalui representasi kegiatan siswa dibarengi dengan ikatan diri yang jelas dari pihak siswa untuk menilai diri sendiri. Oleh karena itu ada lima poin yang layak dipertimbangkan dalam menyusun portofolio, yakni: (a) proses penyusunan karya, (b) hasil-hasil yang dikembangkan, (c) kemajuan yang dicapai, (d) usaha lain yang relevan yang mereka lakukan, (e) keseluruhan yang menunjukkan variasi urutan kegiatan.

Bagaimana keterlibatan siswa atau mahasiswa dalam menyeleksi portofolio, dan dalam menetapkan kriteria keberhasilan belajar, dijelaskan oleh Mayer Paulson dalam tulisan Judy and Debby Toperoff di sebuah situs internet, bahwa: “A purposeful collection of student work that exhibits the student’s efforts, progress and achievement in one or more areas. The collection must include student participation in selecting contents, the criteria of selection, the criteria for judging merit and evident shelf-reflection”. [64] Kata kunci yang relatif sama dari batasan ini, adalah koleksi data, tersusun sistematis, menilai kemajuan belajar, dan sarana penilaian diri sendiri (self-reflection) dan keterlibatan siswa secara kolaboratif dalam menetapkan kriteria dan keberhasilan.

Dengan demikian, pengertian portofolio dapat dilihat dari dua perspektif, yakni: 1) perspektif siswa (mahasiswa), dan 2) perspektif guru (dosen) dalam konteks penilaian pembelajaran. Dari perspektif mahasiswa, portofolio merupakan sarana untuk melaksanakan penilaian oleh mahasiswa sendiri, melalui representasi kegiatan mahasiswa dibarengi dengan ikatan diri (self commitment) yang jelas dan memberikan makna umpan balik untuk meningkatkan kemajuan belajar mahasiswa itu sendiri, dengan memperhatikan proses penyusunan, hasil-hasil yang dikembangkan, kemajuan yang dicapai, usaha lain yang relevan, kreativitas dan keruntutan susunan data. Dilihat dari perspektif dosen dalam konteks penilaian pembelajaran, portofolio merupakan paket instrument sebagai sarana untuk menilai kemajuan belajar mahasiswa, dengan karakteristik penilaian menekankan pada self assessment bagi mahasiswa dan bagi dosen itu sendiri, pengembangan differential aptitude, prinsip kolaboratif dan bersifat multidimensional (interest, performance-based, physical cognitive, emosional, social development, dan personality building).

2) Karakteristik Penilaian Portofolio

Tela’ah karakteristik portofolio dalam konteks penilaian suatu pembelajaran, dengan versi yang beraneka ragam telah diuraikan oleh para ahli pendidikan (Adam, 1991; Arter and Spandel, 1992; Camp, 1993; Dwyer, 1993; Grace and Shores, 1992; Miesel and Steele, 1993, McGinley, and Pearson), terdapat enam poin yang menjadi karakteristik penilaian portofolio, yakni: (1) targeting valued outcomes for assessment, (2) using tasks that mirror work in the real world, (3) encouraging cooperation among learners and between teacher, (4) using multiple dimension to evaluate students work (5) encouraging students reflection, (6) Integrating assessment and instruction. [65]

Karakteristik pertama adalah kejelasan domain yang hendak dinilai secara intended. Domain penilaian dalam penilaian portofolio, tidak terbatas pada knowledge, comprehension dan application, tetapi sampai pada level tingkat tinggi, yakni analysis, synthesis, dan evaluation, melalui berbagai ajuan pertanyaan dalam bentuk tugas-tugas dan lembar penilaian yang bersifat kompleks dan menantang. Pembeda antara penilaian portofolio dengan model penilaian lainnya, adalah dalam penetapan kriteria keberhasilan tujuan yang hendak dicapai, adalah bahwa dalam penilaian portofolio ada keterlibatan siswa secara kolaboratif. Oleh karena itu, portfolio is not just a collection of students work, but a selection – the student must be involved in choosing and justifying the pieces to be included .[66]

Ciri kedua penilaian portofolio, yakni digunakannya tugas-tugas yang terkait dengan kehidupan nyata. Pemberian tugas-tugas pemecahan masalah yang terkait dengan dunia nyata, dapat melatih keterampilan berpikir, kesungguhan dalam menangkap dan mengungkap makna integritas pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari.

Ciri ketiga, penilaian portofolio adalah mendorong kerjasama mahasiswa dengan dosen secara kolaboratif. Produk yang dinilai oleh dosen bukan saja kinerja individual tetapi juga hasil karya kerjasama kelompok.

Ciri keempat, portofolio dapat menilai belajar siswa secara multidimensional. Dalam penilaian portofolio, dosen tidak sekedar menilai kemampuan mahasiswa dalam menguasai suatu isi pengetahuan (content of knowledge) tetapi yang terpenting dalam menilai proses belajar mahasiswa, dan menilai kemajuan belajar mahasiswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan melalui metode penyelidikan (methods of inquiry).

Ciri kelima, portofolio mendorong siswa untuk melakukan refleksi diri (self reflection). Refleksi diri yang dilakukan siswa menunjukkan pada berpikir kritis terhadap diri tentang peningkatan kualitas suatu karya. Peran dosen sangat membantu mahasiswa untuk melakukan refleksi, terutama melalui revisi atau koreksi kesalahan siswa dalam melakukan tugas-tugas, essay atau laporan dari suatu proyek.

Karakteristik keenam, adalah bahwa penilaian potofolio bersifat integratif dengan sistem pembelajaran secara utuh. Penilaian melalui portofolio merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem pembelajaran, sejak perumusan rancangan pembelajaran, penilaian proses dan penilaian kinerja belajar siswa serta hasil pembelajaran.

Apabila dilihat secara spesifik, karakteristik portofolio sebagai alat penilaian dibandingkan dengan standardized test, maka dapat dideskripsikan seperti tampak pada tabel 2. 4, pada halaman berikut

Tabel 2.3: Perbedaan Penilaian Portofolio dengan tes Standar

Penilaian Portofolio

Standardized Test

1) Merepresentasikan tingkat ke-mampuan menyusun desain penelitian oleh mahasiswa

2) Menekankan mahasiswa untuk menilai kemajuan belajar dan memperteguh learning objektif;

3) Mengukur prestasi mahasiswa secara diferensial aptitude (individual);

4) Memprsentasikan penilaian yang bersifat kolaboratif;

5) Penilaian oleh mahasiswa sendiri sebagai tujuan;

6) Menilai kemajuan, usaha dan prestasi;

7) Keterpaduan antara penilaian, pengajaran dan belajar.

1) Menilai mahasiswa melalui bacaan dan tulisan yang terbatas;

2) Diberikan skor secara mekanis oleh dosen dan hanya sedikit memberikan masukan bagi mahasiswa;

3) Menilai seluruh mahasiswa dalam dimensi yang sama

4) Proses penilaian tidak kolaboratif;

5) Penilaian oleh mahasiswa sendiri bukan tujuan;

6) Hanya menilai prestasi;

7) Keterpisahan antara belajar, tes dan pengajaran;

Sumber: Robert J. Tierney, Mark A. Carter and Laura E. Desai, Portfolio Assessment in the Reading Writing Classroom, (Christopher- Gordon Publisher, 1991), p 44.

3) Tujuan dan Kegunaan Penilaian Portofolio

a) Tujuan Penilaian Portofolio

Penerapan penilaian portofolio pada suatu pembelajaran, secara alamiah dapat mengembangkan potensi-potensi atau kecakapan siswa yang bersifat jamak (multiple intelligence). Pada dekade yang silam, portofolio dikembangkan untuk mengubah cakrawala berpikir para pendidik melalui peningkatan kecerdasan berbahasa dan matematika..

Dalam teori Multiple Intelligence, menurut Thomas Amstrong, penilaian portofolio dapat dikembangkan untuk lima tujuan, yakni: 1) Celebration, 2) Cognition, 3) Communication, 4) Cooperation 5) Competency .[67]

(1) Celebration: menyatakan karya-karya mahasiswa secara absah dan menampilkan kecakapan mahasiswa dalam kurun waktu tertentu, melalui pengembangan kinerja belajar yang mengakses pada learning exhibition;

(2) Cognition: membantu mahasiswa untuk menemukan kemampuan nalarnya melalui penilaian reflektif atas karya-karyanya sendiri;

(3) Communication: sebagai alat komunikasi terhadap orang tua, administrator, atau guru lainnya tentang kemajuan belajar siswa (learning progress);

(4) Cooperation: pengembangan kerjasama di antara mahasiswa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu memulai belajar kelompok (cooperative learning);

(5) Competency: mengembangkan kemampuan mahasiswa secara optimal, sampai pada taraf kemampuan standar tertentu.

b) Kegunaan Penilaian Portofolio

Menurut John Salvia, kegunaan penilaian portofolio dapat dikembangkan dalam empat konteks, yakni: (1) pertanggungjawaban atas standar perkembangan kinerja belajar mahasiswa; (2) dimensi-dimensi yang perlu dievaluasi; (3) penskalaan dimensi; dan (4) pertanggungjawab-an penilaian portofolio yang lebih aktual.[68]

(1) Pertanggungjawaban atas Standar Perkembangan Kinerja Belajar Mahasiswa

Terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli dalam menentukan standar kinerja belajar mahasiswa. Menurut Dwyer (dalam Selvia), penetapan standar merupakan kewenangan dosen, tidak berdasarkan para pengambil kebijakan atau standar eksternal. Menurut tokoh yang lainnya, seperti Tierney, Canter & Desai, 1991, Winograd dan Gaskins, 1992, (dalam Salvia), adalah kewenangan dosen berdasarkan hasil pengamatan atas perkembangan mahasiswa dengan kriteria tertentu. Gitomer (1993), menegaskan, bahwa penetapan standar merupakan hasil kolaborasi antara dosen dengan mahasiswa dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari orang tua dan stakeholders yang lain[69].

Penetapan standar kinerja belajar tidak sepenuhnya merupakan otoritas guru atau dosen, tetapi hendaknya menghadirkan masukan-masukan dari mahasiswa, orang tua, dan administrator serta stakeholder yang lainnya. Hal ini terkait dengan fungsi lembaga pendidikan dalam memenuhi kebutuhan pekerjaan, tantangan global, perubahan dan perkembangan masyarakat luas serta tuntutan perkembangan mahasiswa itu sendiri. Apabila standar yang ditetapkan dibangun dibangun secara kolaboratif, maka pertanggungjawaban hasil penilaian atas berbagai prestasi mahasiswa melalui portofolio bukan merupakan persoalan. Bahkan, justru pertanggungjawaban yang dapat berjalan secara transparan, egaliter, dialogis dan accountable.

(2) Dimensi-Dimensi yang Perlu Dievaluasi

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dimensi yang perlu dinilai, sangat tergantung kepada tujuan yang hendak dicapai, karakteristik mahasiswa, dan karakteristik matakuliah. Dimensi-dimensi yang hendak diukur seharusnya dirumuskan secara spesifik. Sebagai contoh, menilai kemampuan dalam memecahkan masalah (problem solving), menilai kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan cara-cara pemecahan suatu masalah menurut kaidah-kaidah ilmiah (scientific method), atau penilaian kualitas produk kerja mahasiswa yang biasanya dinilai secara holistik (evaluated holistically) .

(3) Penskalaan Dimensi

Pemberian skala dalam portofolio, dikenal dengan istilah skala rubrik dan penskorannya disebut rubric scoring. Penskalaan dalam teknik rubrik dapat ditentukan sendiri, sesuai dengan keperluan penilaian yang lebih bersifat tipekal.

(4) Pertanggungjawaban Penilaian Portofolio

Pertanggungjawaban dosen tidak hanya terbatas pada skor rubric portofolio yang dibuatnya, tetapi yang terpenting adalah monitoring perkembangan kemajuan belajar mahasiswa melalui penilaian karya-karya yang dilakukannya secara terus menerus ( Adam, 1991; Arter & Spandel, 1992; Hansen, 1992; Polin, 1991, Tierney, Carter & Desai, 1991; Winograt & Gaskin, 1992).[70]

Untuk mengurangi unsur subjektivitas, penetapan kriteria kemajuan belajar mahasiswa hendaknya dilakukan secara kolabortif dari, oleh dan antar mahasiswa itu sendiri, di bawah bimbingan dosen. Terlepas dari keterbatasan penilaian belajar melalui portofolio, namun yang terpenting adalah bahwa melalui portofolio, akan mendatangkan informasi yang bermakna (meaningfulness), tidak sekedar angka-angka akhir yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Melalui penialain portofolio, orang tua, dosen atau siapa saja yang berkepentingan dapat melihat per-kembangan, grafik kemajuan, dan kecenderungan dari perkembangan mahasiswa yang pada giliran akan mendatangkan informasi balikan yang bermakna untuk memberikan treatment apa yang tepat bagi mahasiswa tersebut.

4) Isi Portofolio (Portfolio Contents)

Telah dikemukakan, bahwa portofolio merupakan kumpulan data (data collecting), dokumen karya (products documenting) mahasiswa yang tersusun secara sistematis. Dengan demikian isi portofolio merupakan kumpulan karya (product) pekerjaan mahasiswa hasil refleksi diri, dan hasil penilaian dalam berbagai dimensinya (multiple dimension) baik yang bersifat typical performance, maupun yang bersifat maximum performance, atau dengan kata lain yang non-measurement, dan measurement [71]. Contoh yang bersifat typical performance, antar lain: paper checklist, self report instrument, diary of jurnal. Contoh yang bersifat maximum performance , antara lain: science skill checklists, science fair project, science lab experiment, task assessment, achievement test[72] Pada penelitian ini, isi portofolio adalah desain penelitian yang disusun secara bertahap setiap minggu mulai dari menemukan konsep sampai dengan tersusun sebuah desain penelitian oleh mahasiswa sebagai tugas individu maupun kelompok. (secara lengkap gambaran isi portofolio dapat diuraikan pada skenario pembelajaran).

5). Teknik Penilaian Portofolio

Portofolio dalam konteks penilaian berbasis kelas (classroom based assessment) merupakan salah satu teknik penilaian yang bersifat open- ended, merupakan koleksi data (data collection) yang menggambarkan kinerja dan prestasi mahasiswa[73] disusun secara sistematis,[74] sebagai sarana untuk melaksanakan penilaian oleh mahasiswa sendiri (self evolution), melalui representasi kegiatan mahasiswa dibarengi dengan ikatan diri (self commitment) yang jelas dari pihak mahasiswa dalam menilai kemajuan belajarnya (learning progress).[75] Penilaian berbasis portofolio dalam konteks pembelajaran, disusun dengan urutan seperti pada gambar di halaman berikut:

Sebagai model penilaian yang terintegrasi dengan sistem pembelajaran, maka tahap awal dalam merancang pembelajaran adalah menentukan learning outcomes. Bagaimana mahasiswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang optimal? Pengetahuan apa yang harus dipahami. Apabila tujuan pembelajaran secara spesifik telah dirumuskan, selanjutnya dapat melakukan need assessment yang relevan dengan learning outcomes yang diharapkan. Apa yang harus dilakukan mahasiswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai kecakapan tertentu? Pengetahuan prasyarat apa yang perlu dimunculkan sebelum pembelajaran dimulai? Bagaimana melontarkan pertanyaan-pertanyaan pancingan untuk menghadirkan proses berpikir dan keterlibatan mahasiswa?

Perumusan Tujuan

Pembelajaran










Gambar 2.5: Bagan Teknik Penilaian Portofolio dalam konteks Setting Goals

Pembelajaran yang relevan dalam mencapai tujuan yang diharapkan, adalah pembelajaran yang memiliki kesesuaian isi, metode, sarana dan model penilaian yang digunakan. Pembelajaran tersebut juga dapat memonitor kemajuan belajar mahasiswa (monitoring learning progress), mendiagnosis kesulitan belajar mahasiswa (diagnose learning difficulties) dan memberikan layanan bukan saja yang bersifat klasikal namun juga bimbingan individual.

Sebagai tahap akhir dalam proses pembelajaran adalah menilai baik dalam setting proses maupun perolehan belajar yang bersifat extended (dicapai mahasiswa). Dalam konteks penilaian suatu pembelajaran dibutuhkan instrumen yang relevan untuk menilai intended leaning outcomes. Portfolio merupakan salah satu teknik penilaian yang mutakhir, berorientasi pada proses dan produk, menilai kinerja belajar mahasiswa, bersifat multidimensional, dapat dipertimbangkan (considerable) sebagai teknik penilaian yang relevan dengan perkuliahan Metodologi Penelitian.

Penilaian kemajuan belajar mahasiswa merupakan bagian esensial dalam meningkatkan kinerja belajar (learning improvement) dan meningkatkan pembelajaran (instruction improvement). Hal ini bisa terwujud, apabila (a) iklim pembelajaran dapat menghadirkan intended learning outcomes, (b) tiap-tiap tujuan jangka pendek dicapai dengan baik, (c) memberikan feedback bagi peningkatan learning progress, (4) memberikan informasi bermakna untuk memecahkan kesulitan belajar.

Hasil penilaian kemajuan belajar, hendaknya diketahui mahasiswa agar dapat meningkatkan kemajuannya dan menilai keberhasilan suatu program dan dapat dijadikan masukan penting dalam merumuskan kebijakan yang lebih bersifat makro dalam lingkungan fakultas.

Penilaian melalui portofolio menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pembelajaran, sejak dari perumusan rancangan pembelajaran, penilaian proses dan penilaian kinerja mahasiswa serta hasil pembelajaran (learning outcome). Dengan demikian secara eksplisit jelas bahwa penilaian melalui portofolio dalam konteks pembelajaran memiliki makna relevansi yang mendalam untuk menjastifikasi kemajuan belajar (judgment of learning progress) dan pengambilan keputusan. Dan menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja belajarnya, karena portofolio memberikan informasi balikan yang akurat, tentang kemajuan belajar yang dicapai pada skala waktu tertentu.

Oleh karena karakteristik penilaian berdasarkan portofolio sedemikian komprehensif, maka menjadi konsekuensi logis atau paling tidak hal yang patut dipertimbangkan oleh dosen atau peneliti untuk menghadirkan model pembelajaran yang bukan saja relevan, namun juga compatible secara “atomistic”. Compatibility secara atomistic, menunjuk pada cara pandang secara detail, rinci dan analogis dalam melihat hubungan fungsional antara model pembelajaran di satu pihak dan model portofolio di pihak lain. Dalam fokus ini, compatibility antara keduanya tampak lebih harmoni andaikan terpadu dengan ciri Metodologi Penelitian itu sendiri sebagai objek kajian dalam suatu perkuliahan.

d. Merancang Penggunaan Penilaian Portofolio Pada Perkuliahan Metodologi Penelitian

Penilaian melalui portofolio pada perkuliahan Metodologi Penelitian harus dirancang sedemikian rupa sehingga dosen mudah melakukannya, mahasiswa dapat mengembangkan diri. Sebelum merancang, ada beberapa prinsip umum penilaian yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian melalui porotfolio, yaitu: 1) menemukan kemampuan dasar mahasiswa, untuk kemudian memberikan dorongan agar mereka berkembang, 2) menentukan gambaran tugas mahasiswa untuk didemontrasikan, 3) meminta mahasiswa untuk membentuk, menghasilkan atau mengerjakan suatu tugas, 4) menggunakan tugas-tugas kegiatan pembelajaran yang bermakna dan memadai, 5) menentukan kriteria dan standar untuk menilai penampilan tugas mahasiswa, 6) mengembangkan sebuah proses untuk peningkatan kepercayaan, 7) membuka kemampuan berpikir yang lebih tinggi untuk menyelesaikan suatu masalah, 8) meningkatkan penerapan suatu masalah ke dalam dunia nyata, 9) mengumpulkan bukti-bukti yang sesuai (portfolio file) untuk memberikan penilaian yang adil dan mencerminkan kemampuan murid secara utuh. 10) menggunakan hasil tes untuk memperbaiki penilaian, revisi materi pembelajaran, merevisi desain instruksional dan perbaikan umpan balik bagi dosen, mahasiswa dan masyarakat[76].

Berdasarkan karakteristik dan prinsip-prinsip umum penilaian protofolio tersebut di atas, maka dalam merancang penilaian portofolio pada perkuliahan Metodologi Penelitian, harus memperhatikan langkah-langkah, antara lain : (1) identifikasi tujuan perkuliahan, 2) menetapkan learning outcome, 3) merancang model pembelajaran yang relevan; (4) menetapkan scoring rubric, 5) membuat instrument, (test, task, self report, atau rubric); (6) melakukan konferensi mahasiswa; (7) membuat rencana tindak lanjut; (8) membuat laporan kemajuan belajar, (9) mengkomunikasikan hasil penilaian portofolio kepada mahasiswa. Penjelasan lebih lanjut prinsip-prinsip umum tersebut adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi Tujuan

Bertolak pada karakteristik perkuliahan Metodologi Penelitian yang dijelaskan para ahli seperti telah dikutip di muka, dan juga berdasarkan pada silabus yang telah disusun para dosen, maka perkuliahan Metodologi Penelitian lebih berorientasi pada kemampuan memahami konsep-konsep penelitian, keterampilan mengamati gejala-gejala alam atau sosial pada setting kehidupan, berorientasi pada penyelidikan dan pemecahan masalah (problem solving investigation), Oleh karena itu tujuan perkuliahan Metodologi Penelitian bukan saja untuk mengembangkan kemampuan mengingat dan memahami konsep, tetapi juga mengembangkan kemampuan aplikasi analisis, mensintesis, serta evaluasi konsep-konsep bahkan harus mampu mengembangkan keterampilan mahasiswa dalam melakukan dan menemukan suatu konsep. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya rumusan tujuan perkuliahan yang menegaskan pada performance based, pengembangan dimensi secara jamak (multidimensional).

Bagaimana tujuan perkuliahan Metodologi Penelitian di Fakultas Psikologi UPI YAI, telah dikemukakan sebelumnya, namun untuk mengingatkan kembali, perlu kiranya diuraikan lagi, yakni bahwa perkuliahan Metodologi Penelitian diberi bobot 5 sks, yang ditawarkan dalam 2 semester dengan pembagian masing-masing 2 sks. untuk Metodologi Penelitian I ditawarkan pada semester ganjil dan 3 sks untuk Metodologi Penelitian II. ditawarkan pada semester genap.

Pemberian bobot sks yang cukup besar untuk matakuliah Metodologi Penelitian dimaksudkan agar mahasiswa paham betul akan konsep-konsep ilmiah konsep-konsep penelitian sebagai suatu karya ilmiah, dan unsur-unsur yang harus ada dalam suatu karya ilmiah. Hal ini bagian dari tujuan Metodologi Penelitian I. Sementara pada Metodologi Penelitian II mahasiswa diharapkan memahami langkah-langkah penelitian ilmiah, memahami setiap langkah (unsur-unsur ilmiah) dan merumuskannya untuk dapat menyusun desain penelitian.

Penelitian untuk menyusun disertasi ini dilaksanakan pada semester genap tahun akademik 2006/2007. Oleh karena itu hasil belajar Metodologi Penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman mahasiswa tentang langkah-langkah dalam penelitian dan kemampuan mahasiswa dalam merumuskan komponen-komponen yang terdapat dalam desain penelitian, seperti: 1) merumuskan judul penelitian, 2) merumuskan masalah dan latar belakangnya, 3) merumuskan tujuan penelitian, 4) menentukan populasi dan sampling yang tepat sesuai dengan sasaran penelitian yang tercantum dalam judul penelitian, 5) menentukan teknik pengumpulan data dan analisis data sesuai dengan variabel yang hendak diukur.

2) Menetapkan Indikator Hasil Belajar (Multiple Dimension)

Menurut versi “Kentucky Alternative Portfolio Project” dalam John Salvia, banyak kemampuan mahasiswa yang dapat dinilai[77]. Berikut ini (dalam tabel 2..5) ditulis kelayakan dan karakteristik perkuliahan Metodologi Penelitian dan kemungkinan penerapannya dalam penelitian (sudah disortir sesuai dengan kebutuhan).

Tabel 2.4: Indikator Hasil Belajar

Indikator hasil belajar

Deskripsi

Mengakses informasi

Menggunakan hasil penelitian sebagai sumber informasi

Membaca

Mengkomunikasikan makna dari hasil baca

Kuantifikasi

Mengkomunikasikan ide disertai angka-angka

Klasifikasi

Menggunakan klasifikasi untuk mengolah informasi

Menulis

Mengkomunikasikan ide-ide lewat karya tulis

Berbicara

Kemampuan menuturkan ide lewat bahasa lisan

Aktivitas Ilmiah

Penggunaan keterampilan ilmiah untuk pemecahan masalah

Menggunakan Elektronik

Menggunakan computer, kalkulator dll

Menangkap pola

Pemahaman situasi yang lalu, kini dan prediksi di masa yang akan dating

Hubungan interpersonal

Pemahaman perilaku diri sendiri dan orang lain serta interprestasi perilaku manusia

Produk

Membuat karya dan mempresentasikan ide dengan penuh penghayatan

Keterampilan psikomotororik

Keterampilan menggunakan psikomotor dalam berbagai setting

Pada tabel itu tampak lebih mepresentasikan learning outcome secara umum. Artinya tidak terkait langsung dengan spesifikasi dengan perkuliahan Metodologi Penelitian. Namun untuk penilaian kinerja mahasiswa di dalam kelas dan dalam kehidupannya nyata, cukup memadai.

3) Model Pembelajaran yang Relevan dengan Model Penilaian Portofolio

langkah selanjutnya dalam model penilaian portofolio, setelah merumuskan tujuan pembelajaran dan identifikasi kebutuhan siswa (dalam hal ini mahasiswa), adalah menghadirkan model pembelajaran yang relevan. Model pembelajaran yang dimaksud dalam model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip: siswa aktif (student active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, mengajar yang reaktif (reactive teaching) dan prinsip dasar belajar yang menyenangkan. Kegiatan yang dilakukan mahasiswa bersama dosen, secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Dosen memilih proyeksi untuk menentukan apa yang mahasiswa inginkan sebagai suatu yang spesial untuk dipelajari.

(2) Mahasiswa menyampaikan alasan mengapa mereka memilih topik materi yang dimaksud.

(3) Mahasiswa dan dosen mengomentari (berdiskusi) tentang topik materi yang dipandang special.

(4) Menentukan tujuan mendatang pembelajaran.

(5) Hasil kerja setiap mahasiswa disimpan dalam box file masing-masing secara tersusun, sebagai karyanya sepanjang waktu dan dapat digunakan untuk evaluasi diri (self evaluation).

(6) Mahasiswa dan dosen menilai usaha, kemajuan, proses, dan prestasi melalui keseluruhan karya yang sejalan dengan keterampilan kemampuan mahasiswa.

(7) Setiap mahasiswa membuat portofolio secara bervariasi.

(8) Setiap portofolio mempresentasikan karya dan usaha sendiri

4) Membuat Instrumen

Instrumen yang akan disusun, hendaknya disesuaikan dengan “tipe penilaian” yang dapat dilaksanakan pada perkuliahan Metodologi Penelitian dan cocok dengan karakteristik portofolio. Jenis penilaian yang dimaksud di antaranya sebagai berikut: (a) essay, berupa test yang dilaksanakan di kelas atau berupa tugas pekerjaan rumah (homework assessment). (b) observation format, penilaian atas kinerja mahasiswa kerapkali menggunakan teknik observasi. Observasi mahasiswa secara individu atau monitoring mahasiswa dalam kegiatan kelompok, (c) objective test, soal-soal dalam bentuk objektif tes dapat dirakit berdasarkan keperluan, tujuan dan dimensi yang hendak diukur. Tes objektif yang digunakan mahasiswa, hendaknya menggunakan tes yang telah teruji validitasnya dan memiliki indeks reliabilitas yang memadai, (d) project student, proyek yang diberikan kepada mahasiswa baik secara individu maupun kelompok, dapat merepresentasikan kemampuan mahasiswa dalam melakukan eksplorasi dan investigasi, terutama dalam pembelajaran dalam kehidupan nyata.

5) Menetapkan Skor

Berdasarkan kesesuaian tipe pertanyaan dalam tugas-tugas essay (essay assessment task) teknik penskoran dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yakni : (1) analytic scoring rubric; (2); Holistik scoring rubric, (3) annotated holistic scoring. [78]

Analytic scoring rubric, adalah teknik penskoran yang difokuskan untuk menilai tugas-tugas essay yang pertanyaannya lebih bersifat tertutup, terbatas (restricted response question) dan dapat dirinci dengan detil sehingga penentuan benar salah relatif mudah ditentukan. Misalnya penskoran jawaban mahasiswa atas pertanyaan yang terkait dengan menentukan suatu rumus statistik untuk analisis data.

Holistic scoring rubric, adalah teknik penskoran yang berorientasi pada bobot atau kualitas jawaban mahasiswa, tidak didasarkan pada penilaian elemen-elemen yang spesifik. Teknik ini biasanya digunakan untuk menilai jawaban mahasiswa atas pertanyaan yang bersifat terbuka (extended response essay), mengundang kekayaan kreasi, menuntut berpikir lateral dan mengasah berpikir tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi). Setiap tingkatan berpikir diberi bobot skor sesuai dengan tingkatannya. Misalnya tingkat berpikir evaluatif diberi skor lebih tinggi dari pada berpikir sintesis dan seterusnya.

Annotated Holistic scoring, adalah teknik penskoran dengan catatan (annotated holistic scoring), bersifat kualitatif, dan menggunakan jastifikasi menyeluruh (holistic judgment), Teknik penskoran ini lebih cocok digunakan untuk menilai kemampuan mahasiswa yang lebih bersifat menyeluruh, dilihat dari ruang lingkup domain apa yang perlu dinilai (domain to be based). Ciri yang menonjol dari teknik ini adalah adanya catatan atau komentar dari dosen atau teman atas kelemahan, kekurangan atas jawaban yang ada.

6) Menilai Hasil Belajar

Penilaian terhadap perolehan hasil belajar terdiri pada penilaian portofolio (dalam arti koleksi data) dan penyajian lisan. Penilaian portofolio dilakukan untuk portofolio individu dan portofolio kelompok. Penilaian penyajian lisan terdiri atas penilaian terhadap penyajian untuk masing-masing kelompok.

a) Menilai Portofolio

Portofolio yang dibuat oleh kelompok maupun individu hendaknya memenuhi sejumlah kriteria tertentu. Semakin sesuai dengan kriteria yang diminta, portofolio yang dibuat akan semakin baik. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(1) Kelengkapan

Apakah setiap bagian memuat bahan sesuai dengan tugas dari awal. Apakah semua tugas terdokumentasikan keseluruhan sejak awal sampai akhir, adalah sebagai berikut:

(a) Tentang 10 topik masalah apakah dikumpulkan berdasarkan hasil diskusi di antara anggota kelompok (harus ada bukti bahwa setiap anggota kelompok mengumpulkan topik-topik masalah untuk sama-sama diseleksi sehingga terkumpul sepuluh topik);

(b) Proses memilih empat topik masalah (ada dokumentasi hasil diskusi kelas dan diskusi kelompok) sehingga terpilih 4 topik masalah;

(c) Proses memilih satu topik masalah yang akan disusun kerangka penelitiannya secara lengkap (ada dokumentasi hasil diskusi yang memuat alasan-alasan dipilihnya topik tersebut sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan);

(d) Tentang desain penelitian melanjutkan topik masalah yang telah dipilih sesuai dengan tugas sejak awal;

(e) Desain penelitian disusun berisikan komponen-komponen yang telah ditentukan.

(f) Setiap komponen dari desain penelitian berisi penjelasan-penjelasan tentang dimensi-dimensi yang harus diungkap, sebagai berikut:

Latar belakang penelitian, ada tiga bagian yang harus diungkapkan dalam menguraikan latar belakang penelitian, yakni: (1) dasar pemikiran tentang pentingnya masalah yang akan diteliti. Pengungkapannya bisa menggunakan pendekatan teoritis atau empiris, (2) merumuskan masalah, diawali dengan menjelaskan masalah itu dalam kenyataan empiris, mengungkapkan kesenjangan-kesenjangan yang ada dan usaha-usaha yang pernah dilakukannya untuk menanggulanginya, (3) mengungkapkan pentingnya penelitian yang akan dilakukan secara teoritis maupun empiris.

Merumuskan tujuan dan hipotesis penelitian, yang harus tampak dalam merumuskan tujuan dan hipotesis penelitian oleh mahasiswa adalah: (1) tujuan penelitian adalah jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang telah diungkapkan dalam latar belakang penelitian, (2) tujuan penelitian dipertajam dalam rumusan hipotesis, oleh karena itu rumusan hipotesis harus sejalan dengan tujuan penelitian.

Merumuskan kerangka dasar penelitian, yakni mengungkapkan semua variable yang akan diteliti rumusan operasionalnya yang dilengkapi dengan indikator empiris dan pengukurannya., dengan demikian: (1) variabel-variabel itu disusun dalam suatu kerangka hipotesis yang memperlihatkan pola hubungan antara variabel, (2) tiap variabel disusun definisi operasionalnya, (3) variabel-variabel itu ditempatkan dalam suatu kerangka hipotesis sesuai dengan tipe penelitian yang diinginkan.

Penarikan sampel, kriteria untuk mengukur kebenaran dan ketepatan penarikan sampel yang dilakukan mahasiswa adalah: (1) ada penjelasan besaran, batas-batas dan cirri-ciri populasi, apakah populasi penelitian tersebar dalam wilayah yang luas atau terbatas pada wilayah setempat, (2) ada penjelasan besarnya populasi yang dinyatakan dalam jumlah anggota (satuan analisis) yang tercakup dalam target populasi, (3) ada penjelasan seberapa besar variasi di antara anggota-anggota.

Metode pengumpulan data, untuk mengukur keterampilan mahasiswa dalam menentukan metode pengumpulan data adalah menilai ketepatan antara variabel dan indikator yang hendak diukur dengan metode yang digunakan.

Analisis data, terdiri dari analisis pendahuluan dan analisis hipotesis.

Untuk mengukur keterampilan mahasiswa dalam menentukan analisis data adalah menilai ketepatan antara skala dari setiap variable dengan metode statistik yang digunakan. Ada dua tahapan analisis data, yakni analisis pendahuluan dan analisis hipotesis.

(2) Kejelasan

(a) Apakah portfolio itu disusun dengan baik.

Kriteria ini berkaitan dengan masalah kerapihan dan unsur seni dari portfolio yang disajikan. Komponen-komponen tersebut perlu diperhatikan, semakin rapi dan memiliki unsur seni yang tinggi, maka bobot portfolio itu pun semakin tinggi pula. Sebagai suatu integrative learning, aspek kerapihan dan seni dalam portfolio menjadi unsur yang signifikan untuk menjadikan portfolio baik atau tidak.

(b) Apakah portfolio itu ditulis dengan jelas sesuai dengan kaidah bahasa dan menurut ejaan yang benar.

Kriteria ini berkaitan dengan aspek keterbacaan dan penggunaan bahasa. Misalnya portfolio yang dibuat kelompok ditulis dalam huruf yang terlalu kecil atau ditulis dengan gaya yang tidak terlalu lazim, sehingga sulit untuk dibaca.

(c) Apakah hal-hal pokok dan argumen-argumen mudah untuk dipahami

Kriteria ini sangat penting untuk diperhatikan, sebab ada kalanya hal-hal pokok dalam argumen-argumen utama menjadi kabur lantaran terlalu banyak bumbu-bumbu yang kurang relevan. Oleh karena itu penting untuk diingat, bahwa hal-hal pokok dan argumen-argumen utama itu perlu ditonjolkan, sedangkan aksesoris lainnya tidak boleh mengaburkan hal-hal yang pokok.

(2) Informasi.

(a) Apakah informasi akurat.

Akurasi informasi yang disajikan sangat penting untuk diperhatikan, seperti cara mengutipnya yang benar disertai sumbernya yang tepat.

(b) Apakah informasi mencakup fakta utama dan konsep-konsep penting. Informasi yang disajikan sebaiknya yang menyangkut fakta utama dan hal-hal yang penting.

(c) Apakah informasi yang dimasukkan penting untuk memahami masalah. Informasi yang disajikan sebaiknya yang langsung dapat memberi kejelasan tentang masalah.

(4) Dokumentasi

(a) Apakah hal-hal pokok dari setiap bagian portfolio didokumentasikan

(b) Apakah portfolio disusun berdasarkan sumber-sumber yang beragam dan terpercaya

(c) Apabila mengutip atau menyadur karya orang lain, apakah menyebutkan karyanya

(d) Apakah dokumentasi yang disusun berkaitan dengan portfolio.

b) Menilai Penyajian Lisan

Tujuan penyajian lisan adalah untuk membelajarkan mahasiswa menyajikan dan mempertahankan pendapat . Kriteria penyajian lisan keseluruhan adalah sebagai berikut:

(1) Signifikansi

Apakah kelompok menyajikan hal-hal penting dari rancangan penelitian? Karena waktunya terbatas untuk menyajikan (juru bicara kelompok), oleh karena itu yang disampaikan terbatas pada aspek-aspek terpenting .

(2) Pemahaman

Apakah penyaji memahami hakekat dan ruang lingkup masalah, kaitan antara komponen-komponen dalam desain penelitian.

(3) Argumentasi

Apakah kelompok dalam menyajikan dan mempertahankan pendapat-pendapatnya cukup memadai.

(4) Responsif

Apakah jawaban penyaji atau anggota kelompok lainnya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan

(5) Kerjasama kelompok

Apakah sebagian besar anggota kelompok berpartisipasi dalam penyajian? Adakah bukti tanggung jawab bersama? Apakah para penyaji menghargai pendapat orang lain

Format penilaian mengacu pada kriteria penilaian seperti dijelaskan di atas, adalah sebagai berikut:

Ø Lembaran Penilaian Dokumentasi

Untuk setiap kriteria, berilah skor dengan skala 1 – 5, dimana 5 adalah skor tertinggi dan 1 adalah skor terendah

Tabel 2.5: Format Penilaian Dokumentasi

No.

Kriteria

Skor

Catatan

A.

KELENGKAPAN

1. Latar belakang penelitian

a. Dasar pemikiran tentang pentingnya masalah yang akan diteliti.

b. Merumuskan masalah, diawali dengan menjelaskan masalah itu dalam kenyataan empiris, mengungkapkan kesenjangan-kesenjangan yang ada dan usaha-usaha yang pernah dilakukannya untuk menanggulanginya.

c. Mengungkapkan pentingnya penelitian yang akan dilakukan, secara teoritis maupun empiris.

2. Merumuskan tujuan dan hipotesis penelitian.

a. Tujuan penelitian adalah jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang telah diungkapkan dalam latar belakang penelitian

b. Tujuan penelitian dipertajam dalam rumusan hipotesis.

c. Rumusan hipotesis harus sejalan dengan tujuan penelitian.

3. Merumuskan kerangka dasar penelitian

a. Variabel-variabel itu disusun dalam suatu kerangka hipotesis yang memperlihatkan pola hubungan antara variable

b. Tiap variable disusun definisi operasionalnya

c. .Variabel-variabel itu ditempatkan dalam suatu kerangka hipotesis yang sesuai dengan tipe penelitian yang diinginkan.

4. Penarikan sampel

a. Ada penjelasan batas-batas dan cirri-ciri populasi

b. Ada penjelasan besarnya populasi yang dinyatakan dalam jumlah anggota (satuan analisis) yang tercakup dalam target populasi.

c. Ada penjelasan seberapa besar variasi di antara anggota-anggota.

5. Metode pengumpulan data

Ketepatan antara variable dan indikator yang hendak diukur dengan metode yang digunakan

6. Analisis data

Terdiri dari analisis pendahuluan dan analisis hipotesis.

ketepatan antara skala dari setiap variable dengan metode statistik yang digunakan. Ada dua tahapan analisis data, yakni analisis pendahuluan dan analisis hipotesis.

B.

KEJELASAN

1. Tersusun dengan baik

2. Tertulis dengan baik

3. Mudah dipahami

C.

INFORMASI

1. Akurat

2. Cukup Memadai

3. Penting

D..

DOKUMENTASI

1. Cukup memadai

2. Dapat dipercaya

3. Berkaitan dengan rancangan penelitian

4. Selektif

Jumlah

Ø Lembaran Penilaian Penyajian

Untuk setiap kriteria, berilah skor dengan skala 1 – 5, dimana 5 adalah skor tertinggi dan 1 dalai skor terendah

Tabel 2.6 : Format Penilaian Penyajian

No

Kriteria

Skor

Catatan

1.

SIGNIFIKANSI

Seberapa besar tingkat kebermaknaan informasi yang dipilih berkaitan dengan bagian rancangan penelitian yang disajikan.

2.

PEMAHAMAN

Seberapa baik tingkat pemahaman terhadap hakikat dan ruang lingkup (setiap komponen) rancangan penelitian.

3

ARGUMENTASI

Seberapa baik alasan yang diberikan bahwa permasalahan yang dipilih signifikan.

4

RESPONSIF

Seberapa besar tingkat kesesuaian dengan pertanyaan yang diajukan juri (mahasiswa yang ditunjuk)

5

KERJA KELOMPOK

a. Seberapa besar kontribusi para anggota kelompok terhadap penyajian.

b. Ada bukti tanggung jawab bersama

c. Apakah para penyaji menghargai pendapat mahasiswa lainnya

Jumlah

0 komentar:

Posting Komentar